1 November 2013

Selagi bisa, Kenapa harus Nyontek?

Mungkin ketika kalian membaca judul dari postingan ini, kalian akan memikirkan berbagai opini tentang saya. "Sok suci banget sih anak ini, kayak gak pernah ngelakuin aja" atau bisa jadi "Gak usah mikirin kelakuan orang lain sih, ngaca aja sama diri sendiri udah ngerasa benar belum" atau mungkin "Yang nyontek kan gue, ngapain lo yang sewot?" Dan sebagainya. Okey, sebelum pada menerka yang macam-macam mending dibaca dulu ;)

Di awal bulan November yang berkah ini saya akan beropini tentang masalah yang marak adanya di dunia pendidikan yaitu masalah perbuatan ketika menghadapi ujian atau yang lebih dikenal dengan sebutan menyontek. Hal ini sangat pas saya bahas, karena menurut survey saya, minggu ini atau mungkin minggu besok adalah musimnya UTS (Ujian Tidak Serius) eh maaf, maksud saya (Ujian Tengah Semester). Berhubung juga saya baru saja selesai melaksanakan UTS mata kuliah yang luar biasa dengan aksi 'kerjasama' yang luar biasa pula mari sama-sama kita kupas tuntas kasus ini.

Menyontek, berasal dari kata dasar 'sontek'. Ketika kalian cari di KBBI arti kata menyontek adalah menggocoh (dng sentuhan ringan); mencungkil (bola dsb) dng ujung kaki: untunglah penjaga gawang itu dapat - bola sehingga selamat; Seperti itulah kiranya.

Mungkin kalian rada linglung membacanya, dan saya pastikan kalian juga tak ngerti--pun saya. Tapi saya yakin kalian pasti tahu betul apa arti dalam meyontek dalam dunia pendidikan. Hingga bangku perkuliahan pun kita masih saja mendapati proses sontek-men-sontek ini. Baiklah, saya akan mencoba memaparkan berbagai macam variasi kasus percontekan yang sering saya temui.

Ketika mahasiswa dihadapkan pada sebuah ujian maka berbagai respon diperlihatkannya. Ada beberapa yang senang karena kuliah akan berakhir lebih awal. Atau juga ada yang gembira karena tak akan mendengar ocehan panjang dari sang dosen pada hari itu. Atau bisa jadi ada yang bahagia karena itu berarti ia akan melewati setahap dari proses ujian yang cukup banyak.

Namun bagi sebagian makhluk, ujian ini adalah suatu spesies yang sangat menyeramkan. Dimana 100 slide yang diberikan dosen harus dilahap abis diolah oleh sang otak. Ini benar-benar membuat mahasiswa akan kalang-kabut sehingga bisa menyebabkan mahasiswa stress.

Nah, biasanya ketika seseorang sudah menyerah untuk mengahadapi ujian akan memikirkan jalan pintas untuk menempuhnya. Mereka akan memutar otak, bagaimana bisa mendapat hasil ujian yang tinggi tanpa harus ngos-ngosan seperti manusia sedang dikejar anjing?

Disinilah, sang setan akan bekerja. Ia akan membisikkan ke telingga si-putus-asa untuk membuat contekan saja. "Mana tau berguna, setidaknya ujian lo gak suram-suram amatlah,"sang setan merayu penuh nafsu. Nah, banyak orang dalam konteks ini mahasiswa yang mulai tergoda. Dengan mengambil kertas berukuran A4 ia mulai menulis berbagai macam bahan ujian dengan tulisan yang super kecil. Atau bisa jadi mereka akan merobeknya hingga menjadi beberapa bagian kertas.

Tidak hanya mahasiswa yang stress yang akan melakukan hal semacam ini. Adakalanya seorang mahasiswa yang sudah belajar mati-matian pun membuat jimat dari kertas ini. Dalam pikirannya berkata, mana tau nanti waktu ujian ia mendadak lupa, sehingga kertas ini akan menyelamatkannya. Sehingga nanti ia akan mendapat nilai yang benar-benar sempurna dengan usaha yang begitu 'sempurna' juga.

Ini adalah beberapa fenomena nyata tentang seseorang atau sekelompok mahasiswa yang berusaha agar ujiannya mendapat nilai sempurna. Pun banyak yang kita temui proses pencontekan ketika ujian berlangsung. Baik itu dengan bertanya secara langsung atau bertanya lewat secarik kertas atau bahkan yang lebih canggihnya lewat sms/bbm. 

Memanjangkan leher seperti onta juga bisa menjadi trik bagi seseorang untuk mendapat jawaban dari teman sebelahnya. Kasus ini bisa jadi sudah diizinkan oleh si-pemberi-contekan atau hanya secara diam-diam. Biasanya tulisan dari hasil contekan akan ada berbeda dengan orang yang memang berpikir dengan otaknya sendiri.

Kasus yang sedang maraknya juga adalah proses menyontek melalui internet. Dengan merebaknya smartphone(handphone pintar) maka akan menambah pula populasi dari orang yang akan menyontek sewaktu ujian. Dengan mudahnya, seseorang akan serching di google tentang soal ujian yang tak ia ketahui. Om google tanpa memandang bulu akan memberi segudang jawaban untuk setiap makhluk yang membutuhkan. Serasa surga sekali mungkin mendapat penjelasan yang begitu lengkap dari om google.

Maupun dengan menulis contekan di tangan, di kaus kaki dimanapunlah, ataupun masih ada cara menyontek lain yang tidak saya ketahui, perbuatan ini hukumnya adalah haram.


Apa saya tidak pernah melakukannya sehingga saya berani berkata demikian?

Tak munafik, jujur, saya pernah menyontek. Sewaktu SMA saya pernah melakukannya, namun hal itu hanya berlangsung satu tahun kurang. Setelah terjadi sesuatu, kami sekelas pun akhirnya sadar dan insaf. Sejak saat itu saya tak lagi berani berbuat hal semacam itu.

Namun hati saya kembali terusik setelah memasuki perkuliahan ini. Dengan berbagai macam karakter orang yang menghalalkan secara cara, saya rasa setan kembali menghampiri saya. Saya kembali ke zaman 3 tahun yang lalu itu. Melihat hampir semua orang di sekeliling saya melakukan hal itu, saya kembali berani bertanya pada teman atau membuka catatan. 

Saya telah melanggar janji yang telah saya buat. Pada saat itu saya rasa saya melakukan sebuah kesalahan besar. Mungkin bagi orang yang sudah biasa melakukannya itu akan menjadi hal yang biasa. Namun berbeda dengan saya. Saya seperti didera rasa bersalah yang luar biasa. Saya mengerjakan soal-soal itu bukan dengan kemampuan saya sendiri. Saya takut.

Berbeda dengan perasaan saya setelah melakukan hal yang dilarang itu, ada sekelompok geng di kelas yang tadi secara tak sengaja saya dengar, berkata kepada temannya, "Ada sebuah pepatah  yang mengatakan bahwa mendapat nilai jelek itu menyakitkan, tapi lebih menyakitkan lagi mendapat nilai jelek dengan usaha sendiri atau tidak nyontek."

Dengan arti kata ia berpikir bahwa dengan menyontek semuanya akan lebih aman. Ia tak akan pernah lagi merasakan belajar sampai larut malam dan ternyata toh nilai tetap anjlok juga. Dengan menyontek ia pikir tidak akan ada sebuah penyesalan. Itu salah besar.

Kadang saya juga merasa agak berkecil hati ketika teman yang menempuh jalan ini mendapat nilai tinggi, sedangkan saya yang memang berusaha sendiri mendapat nilai jauh di bawah. Namun dengan sekuat hati saya berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa mendapat nilai jelek dengan hasil sendiri jauh lebih mulia dibanding hasil menyontek.

Mungkin saya termasuk orang yang sangat beruntung. SMP tempat saya sekolah dulu begitu ketat memperhatikan kasus menyontek ini. Sehingga dari kelas satu hingga tamat insyaallah saya tak pernah melakukan perbuatan ini. Dengan menempelkan slogan bahwa "Menyontek itu = haram" kami seakan merasa selalu diawasi. Walaupun sang guru keluar kelas kita tetap dalam keadaan hening. Walaupun sebenarnya banyak soal yang tidak kita ketahui jawabannya.

Dan berkelanjutan hingga SMA, walaupun kita pernah memasuki 'dunia' itu, akhirnya kita menyadari bahwa kejujuran itu sangatlah beharga. Saya ternyata tetap bisa meraih peringkat dengan kejujuran bahkan melebihi peringkat di tahun sebelumnya. Iya atau tidaknya kita menyontek dalam ujian ternyata Tuhan sudah mengaturnya untuk kita. Pada akhirnya kami seangkatan yang tidak ada sedikitpun melakukan kecurangan mampu meraih peringkat 5 tertinggi nilai UN se-provinsi.

Dengan kejadian itu, saya mendapat sebuah pelajaran beharga.Saya yakin bahwa sebuah kejujuran akan membuahkan hasil yang manis. Dengan memegang prinsip ini saya berusaha untuk tidak lagi menghadapi ujian dengan menyontek. Walaupun mungkin di kelas saya sendiri yang masih 'sok suci' tapi saya akan terus menggenggam prinsip ini. Semoga saya memang terus berusaha dengan otak sendiri, dan juga semoga yang membaca ini terbuka pintu hatinya untuk tidak menyontek lagi.

#JujurItuIndahLho ^_^
#SelagibisaKenapaharusNyontek ?:)))

7 komentar:

  1. dg sebisa mgkn saya berusaha utk mengabaikanny, alias saya tidak mau.

    BalasHapus
  2. Yap yaaap. Kalau ada istilah sok suci, harusnya ada istilah sok najis dong (pernah baca di suatu laman). <-- canda lho ya. Sip siiip, sedang berusahaaaa huuu bismillah

    BalasHapus
  3. nyimaak nih :D

    eh kalo boleh saran captcha dikolom komentar di nonaktifin aja yaa

    BalasHapus
  4. wah gw sih setuju sama gerakan anti nyontekk.. gw gak munafik juga . pas ujian gw juga pernah bawa contekan trus langsung ketahuan .. hahaha . mending gak usah peduliin kata orang2 , biarpun di indonesia masih punya anggapan kalo nilai A itu paling bagus .. tapi orang2 gak akan pernah menghargai proses buat dapetin nilai A itu

    BalasHapus

Kalau ada yang mau disampaikan tinggalkan comment ya ^^ Thank you :)