Hari kelabu itu akhirnya
datang juga. Perpisahan yang dengan arogannya datang untuk memisahkanku
dengannya. Aku menatap lekat kedua bola matanya. Kami hanya membisu. Saling
menerjemahkan bahasa satu sama lain melalui tatapan mata, helaan napas, dan
degupan jantung. Aku tak tau harus berkata apa, aku hanya menunggu Steven untuk
mulai berbicara.
“Ada yang mau kamu
sampaikan, Sa?” Dia bertanya dengan senyum yang begitu teduh.
Aku tak tau apakah dia
bisa membaca pikiranku selama ini. Tapi entah kenapa pertanyaanya kepadaku kali
ini seakan-akan memberikanku ruang untuk segera mengatakan semua yang telah kupendam.
Namun hati dan mulutku kembali tak sejalan.
Pikiranku kembali
berekspektasi bahwa jika aku mengatakan bagaimana perasaanku sebenarnya, itu
hanya akan menjadi pengungkapan yang sia-sia. Kini aku akan pergi, dan kukira
rasa itupun harus pergi meninggalkan kita berdua. Aku meyakinkan diri bahwa
rasa ini akan bisa terkikis seiring lapuknya waktu.
Aku hanya bisa
menjawab.
“Gak ada, Stev.” ucapku
singkat.
Setelah itu aku pergi meninggalkan
hidupnya dan tak lagi bertemu dengannya sampai dua tahun lamanya. Momen perpisahan
terakhir itu sangat menyakitkan bagiku. Tak ada dari kami yang mengucapkan
kalimat perpisahan atau semacamnya. Kulihat hanya ada perasaan yang berusaha
untuk kami buang sejauh-jauhnya, pergi menjauh ke tempat yang tak terlihat
hingga terlupa akan kehadirannya.
Aku tak tau bagaimana
perasaannya kepadaku saat itu. Masih tertinggalkah rasa untukku atau sudah
terhapus beriringan dengan menghilangnya aku di kehidupannya. Kami seakan-akan
menghilangkan semuanya. Mengganggap bahwa percakapan di taman itu tidak pernah
terjadi. Tapi sungguh, aku merasa sakit. Aku menyesal. Apa aku terlambat untuk
mengatakan bagaimana perasaanku sebenarnya. Apa sepenuhnya kesalahan berada di
pihakku? Namun jika iya, bukankah cinta
butuh waktu?
***
‘Kling...’
Nada handphoneku
berbunyi seraya membuyarkan lamunanku tentangmu. Tampak di layar hp blackberry
biruku ada tanda bahwa ada pesan bbm untukku. Kubuka perlahan icon bbm dan
mendapati bahwa kamu tak lagi menanggapi soal statusku bbmku. Kamu bertanya
tentang hal lain di hidupku. Hal yang membuat hatiku begitu perih untuk
memikirkannya.
Ternyata kamu masih
mengharapkan kehadiranku untuk segera pulang. Pulang ke tempat kita dulu pernah
bersama. Sungguh, aku sakit ketika memikirkan bahwa tak ada kepastian yang bisa
kuberikan padamu. Aku tak tau kapan bisa kembali. Aku hanya bisa memberikan
jawaban palsu yang kubuat-buat sendiri.
Kamu terus membuatku
begitu rindu menatap wajahmu. Kamu terus menderaku dengan pertanyaan,”Bagaimana perkembangan tulisanmu,Sa? Masih
sering nulis kan?”Ah, sungguh Stev, aku tak tau lagi harus berkata apa.
Jika ragamu bisa hadir di sisiku, kupercaya bahwa aku tak lagi kehilangan ide
untuk membuat cerpen atau puisi yang selalu kau puji itu.
Aku terus berusaha
untuk menetralisir denyut jantungku. Kamu sama sekali tidak menuliskan kata-kata
romantis kepadaku, tapi entah mengapa denyut di dada ini berdetak tak
beraturan. Hingga pada percakapan selanjutnya, aku benar-benar terdiam. Tak
sanggup meneruskan percakapan ini. “Nisa
sekarang gimana?”
Sebenarnya aku langsung mengerti jawaban apa yang kamu butuhkan. Lagi-lagi aku
hanya berusaha untuk membuat semuanya baik-baik saja, hingga tak ada lagi yang
perlu diresahkan. Aku menjawab pesanmu
seakan-akan tidak mengerti dengan pertanyaanmu. Padahal, sungguh aku tau. Aku
sangat mengerti maksudmu. Aku hanya pura-pura tidak tahu, agar aku tak
terjerumus dalam kenangan itu.
Aku menjawab seadanya
kepadamu, bahwa aku masih seperti yang dulu, hanya umur saja yang bertambah. Sungguh
jika kamu ingin tahu hatiku kini milik siapa, jawabannya masih sama seperti dua
tahun yang lalu. Rasa yang masih ada sampai saat ini kutaruh rapi di ruang hati
pribadiku. Aku tau, pasti kamu tak menyangka bagaimana rasa ini bisa
kupertahankan.
Aku selalu berharap
cinta ini bisa berlabuh pada tempat muara yang tepat. Namun jarak telah
terlebih dahulu menghalanginya. Terkadang aku hanya bisa mengutuk jarak yang
hadir di antara kita. Kita bisa saja saling mencinta, jika jarak tak turut
serta.
Aku selalu bertanya
pada Tuhan. Mengapa jarak datang disaat aku mulai menyadari cinta ini begitu
besar berkembang di hati? Mengapa Tuhan memisahkan aku dan kamu disaat kita sebenarnya bisa saling
bersama, saling bergandengan tangan. Membagi tawa bersama, aku ingin merasakan
hari-hari bersamamu. Namun jarak dengan ganasnya merampas itu semua.
Akhirnya kuputuskan
malam itu untuk tidak terlalu menggubris bbm darimu. Aku takut terlalu berharap
akan sebuah pesan yang sebenarnya tidak begitu berarti bagimu. Aku berusaha
membuat ekspektasi bahwa kamu hanya ingin terus menyambung silaturahmi denganku,
tak lebih.
Dengan itu aku tak bisa
terjebak di ruang pengharapan, yang kurasa sangat mustahil untuk terjadi. Jika
tak ada keajaiban yang datang, maka itu tak akan pernah terkabulkan.
Sekuat hati ini kubiarkan
rasa ini terus masuk ke lubang hati yang paling dalam. Kubiarkan rasa ini terus
terpendam hingga masuk ke dasarnya. Tak ada yang bisa untuk merengutnya
kembali. Kecuali satu, Tuhan. Aku yakin Tuhan akan memberikan waktu untuk rasa
ini agar segera keluar dari persembunyiannya dan mampu menari terbang bersamamu
disana.
Sungguh aku
masih merindukanmu dan akan terus mencintaimu.
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kalau ada yang mau disampaikan tinggalkan comment ya ^^ Thank you :)