4 Desember 2014

Tiga Pertanyaan Tentang Kehidupan

Hamparan langit malam terbentang luas dengan beberapa bintang yang tidak terlalu terang menemani malamku kali ini. Terlalu lelah rasanya menghadapi kenyataan yang tidak sesuai dengan keinginan. Belum lagi mimpi-mimpi masa lalu yang selalu bergentayangan bak makhluk halus. Ingin rasanya aku kembali terlahir dengan sosok yang berbeda, sosok yang tidak menjadi topeng masa lalu yang terbiasa tertutupi.

Langit malam masih sama, hanya beberapa bintang yang terlihat menemani dengan semilir angin bergemerisik menusuk relung kulitku. Di antara beribu pertanyaan yang pernah menggelayut di benakku setidaknya ada tiga pertanyaan yang hingga sekarang selalu kucari jawabannya. 

Apa sebenarnya tujuan akhir dari sebuah kehidupan?
Jika itu kebahagian, kebahagiaan seperti apa yang diharapkan?
Dan jika kehidupan itu berakhir apakah kebahagian itu akan tetap ada ataumalah berpindah?

Setiap orang mempunyai pemahaman yang berbeda tentang makna kehidupan. Hampir seperlima abad menjalani kehidupan, sedikitnya aku telah mencicipi berbagai fakta dari skenario hidup itu sendiri. Baik itu kebahagiaan, kesedihan, kekecewaan, kemarahan ataupun ketidakadilan. Dalam renungku malam ini aku mencoba mencari apa hakikat kebahagiaan yang sebenarnya. Apa yang semua orang harapkan ketika ia tak lagi ada di dunia ini. Apa yang akan ia lakukan sebelum jiwa berpisah dari raga?

Banyak manusia tak menyadari bahwa kehidupan di dunia ini secara tidak langsung telah menyihir mereka untuk melupakan hakikat hidup yang sebenarnya. Semua orang berusaha untuk mencapai impian-impian yang telah mereka tuliskan dari lama. Setelah itu tercapai, mereka akan berusaha menyampaikan pada setiap orang bahwa tidak ada mimpi yang mustahil jika ada usaha yang sungguh-sungguh. Dan seketika akan banyak orang menilai bahwa orang tersebut sudah meraih kategori sukses dalam kehidupan.

Semua orang berlomba untuk memperlihatkan kesuksesan masing-masing. Sang ibu atau sang ayah juga akan menceritakan pada kerabatnya akan kesuksesan yang telah diraih oleh anak mereka. Sang anak juga akan menceritakan atau bahkan menjadi motivator kepada orang lain tentang kesuksesan yang telah dicapainya tersebut. Semua orang akan memandang takjub dengan memohon penuh harap agar hidup mereka dapat seberuntung orang itu.

Lantas apakah dengan kesuksesan yang mereka pikir itu sukses apakah tujuan akhir dalam sebuah kehidupan itu tercapai? Apakah mereka juga bisa dikategorikan dapt meraih hakikat kebahagiaan itu?

Dengan segala pencapaian yang mampu diraih, seperti harta, tahta, jabatan dan kesenangan dunia lain apakah orang-orang pernah berpikir apakah mereka benar-benar bahagia? Apakah mereka bahagia dengan semua pencapaian itu? 

Langit malam secara perlahan berubah warna menjadi keabu-abuan meninggalkan pertanda bahwa semesta akan menurunkan rahmat yang terhingga. Bintang-bintang tak terlihat barang satupun, tertutupi oleh awan yang terlihat bergerak cepat membawa berita gembira bagi yang mengharapkannya dan petaka bagi yang menghindarkannya.

Hidup dengan segala liku liku yang ada pasti tidak selamanya akan selalu berpihak. Ada kalanya setiap orang harus berhadapan dengan ujian ataupun masalah yang menerpa. Terlepas dari itu ujian ataupun masalah, setiap orang akan memiliki batas penyelesaian dari keduanya. Jika semesta memberikan ujian yang terlalu berat maka tak elak banyak orang yang akan mengutuk nasibnya sendiri, bertanya pada tuhan kenapa harus dia yang mendapatkan cobaan ini?

Lantas ketika semua pencapaian itu dahulu datang, tidakkah mereka bersyukur? Tidakkah mereka berpikir banyak orang diluar sana yang tidak seberuntung mereka? Lalu mengapa ketika ujian itu datang mereka seraya mengatakan bahwa tuhan itu tak adil?

Banyak orang ketika meraih kesuksesan yang mereka impikan tidak pernah mau merenungkan apa semua itu benar-benar yang harapkan? Mereka terlalu terlena dengan keberhasilan sehingga  membutakan hakikat kebahagiaan yang sebenarnya merupakan tujuan akhir sebuah kehidupan. Jika mereka mampu menciptakan hakikat kebahagiaan itu sendiri maka ketika ujian itu datang tidak akan ada lagi rasa menyalahkan keadaan atau bahkan menyalahkan tuhan.

Hakikat kebahagiaan itu bisa diibaratkan sebagai sebuah danau dengan mata air yang bening, dan masalah diibaratkan sebagai kotoran Ketika kotoran itu masuk ke dalam danau ia tidak akan bisa bertahan lama, karena mata air yang bening akan selalu mengalir menghantam semua kotoran yang ada. Hal yang sama juga berlaku ketika setiap orang mampu menciptakan hakikat kebahagiaan itu sendiri murni dari hatinya. Jadi ketika masalah atau ujian itu datang ia tidak akan pernah bertahan lama, terhapus oleh beningnya kebahagiaan yang tertancap erat di dalam hati.

Intinya, masalah ataupun ujian itu akan dirasa menyusahkan ketika orang menilai itu sebuah malapetaka. Ketika orang mampu melihat sisi lain dari sebuah masalah maka ia akan mampu menjadi pintu pembuka untuk keberhasilan lain.

Rintik-rintik hujan mulai membasahi alam, namun aku belum berniat untuk berhenti menatap langit. Melanjutkan renungan atas pertanyaan terakhir yang menggelayut. Setelah jiwa tak lagi di raga, apakah kebahagiaan itu juga akan turut hilang atau malah berpindah?

Nyatanya ketika ada orang yang meninggalkan dunia, hanya orang-orang yang kenal dengannyalah yang akan mendoakan, menangisi, atau bahkan meratapinya. Sedangkan yang lain, seolah tidak peduli karena memang tidak pernah berinteraksi atau tidak kenal dengan orang itu. 

Jika semasa di dunia orang itu hanya hidup untuk diri sendiri, untuk kebahagiaan sendiri, maka ketika ia pergi kebahagiaan itu juga akan menjauh mengikuti kepergiaan yang mempunyai jiwa. Namun jika semasa hidup ia bisa menyebarkan kebahagiaan dipunya kepada orang lain, maka kebahagiaan itu akan tetap selalu ada walau ia tak lagi berada di dunia.

Hakikatnya sebuah kebahagiaan sejati bukanlah dinilai dari seberapa banyak harta, seberapa tinggi tahta atau jabatan, atau seberapa disegani orang tersebut. Namun kebahagiaan sejati dapat dinilai ketika ruh dan raga berpisah, orang-orang yang ditinggalkan masih bisa mengenang dan mengagungkan kebaikan yang pernah kamu berikan. Itu sungguh benar-benar kebahagiaan yang sesungguhnya.

Hujan diluar bertambah deras, aku tak lagi menatap langit. Berpindah masuk ke dalam kamar menatap embun hujan yang jatuh di kaca jendela. Semua orang mempunyai presepsi masing-masing tentang arti kehidupan, begitu pula denganku. Malam ini akhirnya kutemukan jawaban penting dari seluruh pertanyaan besarku tentang kehidupan.

(Kamar kosan -- 4 Desember 2014)

1 komentar:

  1. kayaknya ini bisa dijadikan referensi deh... biar pemahamannya bisa mantabs... http://cholis244.blogspot.com/2013/11/tiga-pertanyaan-besar-dalam-hidup.html

    BalasHapus

Kalau ada yang mau disampaikan tinggalkan comment ya ^^ Thank you :)